Rabu, 06 Juli 2011

askep pada klien dengan gangguan kelenjar tyroid

ASKEP PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN KELENJAR TYROID

Penyakit akibat gangguan kelenjar tiroid umum terjadi,namun untungnya dapat di diagnosa dengan cepat dan di obati dengan hasil yang sangat baik.
Penyakit tiroid timbul sebagai gangguan fungsi (hipofungsi atau hiperfungsi) atau sebagai lesi masa (perbesaran neoplasma atau nonneoplastik,yang di kenal sebagai goiter).

A. Tinjauan Gangguan Kelenjar Tiroid

I. Hipertiroidisme

Hipertiroidisme digambarkan sebagai suatu kondisi dimana terjadi kelebihan sekresi hormon tiroid. Tirotoksikosis mengacu pada manivestasi klinis yang terjadi bila jaringan tubuh di stimulasi oleh peningkatan hormon ini. Hipertiroidisme merupakan kelainan endokrin yang dapat di cegah. Seperti kebanyakan kondisi tiroid, kelainan ini merupakan kelainan yang sangat menonjol pada wanita. Kelainan ini menyerang wanita empat kali lebih banyak daripada para pria, terutama wanita muda yang berusia antara 20 dan 40 tahun.

PATOFISIOLOGI

Hipertiroidisme mungkin karena overfungsi keseluruhan kelenjar, atau kondisi yang kurang umum, mungkin disebabkan oleh fungsi tunggal atau multiple adenoma kanker tiroid. Juga pengobatan miksedema dengan hormon tiroid yang berlebihan dapat menyebabkan hipertiroidisme. Bentuk hipertiroidisme yang paling umum adalah penyakit Graves (goiter difus toksik)
yang mempuyai tiga tanda penting yaitu :
(1). Hipertiroidisme
(2) Perbesaan kelenjar tiroid (goiter)
(3) Eksoptalmos (protrusi mata abnormal)
Penyebab lain hipertiroidisme dapat mencakup goiter nodular toksik, adenoma toksik (jinak), karsinoma tiroid, tiroiditis subakut dan kronis, dan ingesti TH.

Dampak hipertiroidisme terhadap berbagai sistem tubuh adalah sebagai beikut :
1. Sistem integument seperti diaphoresis, rambut halus, jarang dan kulit lembab.
2. Sistem pencernaan seperti berat badan menurun, nafsu makan meningkat dan diare.
3. Sistem muskuloskeletal seperti kelemahan.
4. Sistem pernapasan seperti dispnea dan takipnea.
5. Sistem kardiovaskular seperti palpitasi, nyeri dada.
6. Metabolik seperti peningkatan laju metabolisme tubuh, intoleran terhadap panas dan suhu sub febris.
7. Sistem neurologi seperti mata kabur, mata lelah, insomnia.
8. Sistem reproduksi seperti amenore, volume menstruasi berkurang dan libido meningkat.
9. Psikologis/Emosi seperti gelisah, iritabilitas, gugup/nervous.

II. Hipotiroidisme

Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat kegagalan mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan jaringan tubuh akan hormon-hormon tiroid.


PATOFISIOLOGI




Hipotiroidisme dapat terjadi akibat pengangkatan kelenjar tiroid dan pada pengobatan tirotoksikosis dengan RAI. Juga terjadi akibat infeksi kronis kelenjar tiroid dan atropi kelenjar tiroid yang bersifat idiopatik.
Prevalensi penderita hipotiroidisme meningkat pada usia 30 sampai 60 tahun, empat kali lipat angka kejadiannya pada wanita di bandingkan pria. Hipotiroidisme kongenital di jumpai satu orang pada empat ribu kelahiran hidup.
Jika produksi hormon tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya sebagai respons terhadap rangsangan hormon TSH. Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh. Proses metabolik yang di pengaruhi antara lain :
a. Penurunan produksi asam lambung (aclorhidia)
b. Penurunan motilitas usus
c. Penurunan detak jantung
d. Gangguan fungsi neurologik
e. Penurunan produksi panas

Penurunan hormon tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak dimana akan terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida sehingga klien berpotensi mengalami atherosklerosis Akumulasi proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial seperti rongga pleura, cardiak dan abdominal sebagai tanda dari mixedema. Pembentukan eritrosit yang tidak optimal sebagai dampak dari menurunnya hormon tiroid memungkinkan klien mengalami anemi.
Dampak hipotiroidisme terhadap berbagai sistem tubuh adalah sebagai berikut :
1. Sistem integument seperti kulit dingin, pucat, kering, bersisik
2. Sistem pulmonari seperti hipoventilasi, pleural efusi, dispnea
3. Sistem kardiovaskular seperti brakikardi¸disritmia,pembesaran jantung.
4. Metabolik seperti penurunan meabolisme basal, penurunan suhu tubuh.
5. Sistem muskuloskeletal seperti nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot yang melambat.
6. Sistem neurologi seperti fungsi intelektual yang lambat, berbicara lambat dan terbata-bata.

III. Hipertrofi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid mengalami pembesaran akibat pertambahan ukuran sel/jaringan tanpa di sertai peningkatan atau penurunan sekresi hormon-hormon kelenjar tiroid. Disebut juga sebagai goiter nontosik atau simple goiter atau struma Endemik. Pada kondisi ini dimana pembesaran kelenjar tidak disertai penurunan atau peningkatan sekresi hormon-hormonnya maka dampak yang di timbulkannya hanya bersifat lokal yaitu sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ di sekitarnya seperti pengaruhnya pada trakhea dan esophagus.

PATOFISIOLOGI

Berbagai faktor di identifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar tiroid termasuk di dalamnya defisiensi jodium, goitrogenik glikosida agent (zat atau bahan ini dapat menekan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak,
kangkung, kubis bila di konsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan dan tumor/neoplasma.
Sedangkan secara fisiologis, menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai akibat peningkatan aktifitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan
Berdasarkan kejadiannya atau penyebarannya ada yang di sebut Struma Endemis dan Sporadis. Secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini di jumpai menyebar diberbagai tempat atau daerah. Bila di hubungkan dengan penyebab maka struma sporadis banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis, dimana kasus-kasus struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi jodium.

B. Penatalaksanaan Klien dengan Hipertiroidisme

I. Pengkajian

1. Pengumpulan biodata seperti umur, jenis kelamin dan tempat tinggal.
2. Riwayat penyakit dalam keluarga.
3. Kebiasaan hidup sehari-hari mencakup aktifitas dan mobilitas, pola makan, penggunaan obat-obat tertentu, istirahat dan tidur.
4. Keluhan klien seperti berat badan turun meskipun napsu makan meningkat, diare, tidak tahan terhadap panas, berkeringat banyak
5. Pemeriksaan fisik :
a. Amati penampilan umum klien, amati wajah klien khususnya kelainan pada mata seperti :
• Opthalmopati yang di tandai :
- eksoftalmus : bulbus okuli menonjol keluar
- tanda Stellwag s : mata arang berkedip
- tanda Von Graefes : jika klien melihat kebawah maka palpebra superior sukar atau sama sekali tidak dapat mengikuti bola mata
- tanda mobieve : sukar mengadakan atau menahan konvergensi
- tanda joffroy : tidak dapat mengerutkan dahi jika melihat ke atas
- tanda rosenbagh : tremor palpebra jika mata menutup
• Edema palpebra dikarenakan akumulasi cairan di periorbita dan penumpukan lemak di retro orbita
• Juga akan di jumpai penurunan visus akibat penekanan saraf optikus dan adanya tanda-tanda radang atau infeksi pada konjunktiva dan atau kornea
• Fotopobia dan pengeluaran air mata yang berlebihan merupakan tanda yang lazim
b. Amati manifestasi klinis hipertiroidisme pada berbagai sistem tubuh seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
c. Palpasi kelenjar tiroid, kaji adanya pembesaran, bagaimana konsistensinya, apakah dapat digerakkan serta apakah nodul soliter atau multipel
d. Auskultasi adanya “bruit”
6. Pengkajian psikososial
7. Pemeriksaan diagnostik

II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang utama dijumpai pada klien dengan hipertiroidisme adalah :
1. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan waktu pengisian diastolik sebagai akibat peningkatan frekwensi jantung
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan efek hiperkatabolisme
3. Perubahan persepsi sensoris (penglihatan) yang berhubungan dengan gangguan perpindahan impuls sensoris akibat ofthalmopati

Diagnosa keperawatan tambahan antara lain :
1. Diare yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas metabolik
2. Koping individu tak efektif yang berhubungan dengan emosi yang labil
3. Intoleransi terhadap aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan akibat metabolisme yang meningkat
4. Gangguan pola tidur sehubungan dengan suhu tubuh yang meningkat akibat peningkatan metablisme
5. Gangguan proses berpikir yang berhubungan dengan emosi yang labil dan perhatian yang menyempit

III. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan :
Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan menurunnya waktu pengisian diastolik sebagai akibat dari peningkatan frekuensi jantung

Tujuan :
Fungsi kardiovaskular kembali normal

Intervensi Keperawatan :
1. Observasi setiap 4 jam nadi apikal, tekanan darah dan suhu tubuh
2. Anjurkan kepada klien agar segera melaporkan pada perawat bila mengalami nyeri dada, palpitasi, dispnea dan vertigo.
3. Upayakan agar klien dapat istirahat
4. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari sesuai kebutuhan
5. Batasi aktivitas yang melelahkan klien
6. Kolaborasi pemberian obat-obat antitiroid.
7. Kolaborasi tindakan pembedahan bila dengan tindakan konservatif

Diagnosa Keperawatan :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan efek hiperkatabolisme

Tujuan :
Setelah perawatan di rumah sakit, klien akan mempertahankan status nutrisi yang optimal
Intervensi Keperawatan :
1. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein
2. Beri makanan tambahan diantara waktu makan
3. Timbang berat badan secara teratur setiap 2 hari sekali
4. Bila perlu, konsultasikan klien dengan ahli gizi

Diagnosa Keperawatan :
Gangguan persepsi sensoris (penglihatan) yang berhubungan dengan gangguan transmisi impuls sensorik sebagai akibat oftalmopati

Tujuan :
Klien tidak mengalami penurunan visus yang lebih buruk dan tidak terjadi trauma / cidera pada mata

Intervensi Keperawatan :
1. Anjurkan pada klien bila tidur dengan posisi elevasi kepala
2. Basahi mata dengan borwater sterill
3. Jika ada photopobia, anjurkan klien menggunakan kacamata rayben
4. Jika klien tidak dapat menutup mata rapat pada saat tidur, gunakan plester non alergi
5. Berikan obat-obat steroid sesuai program

C. Penatalaksanaan Klien dengan Hipotiroidisme

I. Pengkajian

Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap hal-hal penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain :



1. Riwayat kesehatan klien dan keluarga
2. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti :
a. Pola makan
b. Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidura)
c. Pola aktivitas
3. Tempat tinggal klien sekarang dan pada waktu balita
4. Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh :
a. Sistem pulmonari
b. Sistem pencernaan
c. Sistem kardiovaskular
d. Sistem muskuloskeletal
e. Sistem neurologik
f. Sistem reproduk
g. Metabolik
h. Emosi/psikologis
5. Pemeriksaan fisik mencakup :
a. Penampilan secara umum
b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun
c. Perbesaran jantung
d. Disritmia dan hipotensi
e. Parastesia dan reflek tendon menurun
6. Pengkajian psikososial
7. Pemeriksaan penunjang

II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan hipotiroidisme antara lain :

1. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan volume sekuncup sebagai akibat dari bradikardi : arteriosklerosis arteri koronaria
2. Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penurunan tenaga / kelelahan : ekspansi paru yang menurun, obesitas dan inaktivitas
3. Gangguan proses pikir yang berhubungan dengan edema jaringan serebral dan retensi air

Diagnosa keperawatan tambahan antara lain :
1. Perubahan nutrisi
2. Hipotermi
3. Konstipasi
4. Gangguan integritas kulit
5. Disfungsi seksual

II. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan :
Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan volume sekuncup akibat bradikardi dan arteriosklerosis arteri koronaria

Tujuan :
Fungsi kardiovaskular tetap optimal yang ditandai dengan tekanan darah irama jantung dalam batas normal

Intervensi Keperawatan :
1. Pantau tekanan darah, denyut dan irama jantung setiap 2 jam untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya gangguan hemodinamik jantung seperti hipotensi, penurunan haluaran urine dan perubahan status mental

2. Anjurkan klien untuk memberitahu perawat segera bila klien mengalami nyeri dada
3. Kolaborasi pemberian obat-obatan untuk mengurangi gejala-gejala

Diagnosa Keperawatan :
Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kelelahan, obesitas dan inaktivitas

Tujuan :
Agar dapat mempertahankan pola napas yang efektif

Intervensi Keperawatan :
1. Amati dan catat irama serta kedalaman pernafasan
2. Auskultasi bunyi pernapasan dan catat dengan seksama
3. Bila klien mengalami kesulitan pernapasan yang berat, kolaborasikan dengan dokter
4. Hindarkan penggunaan obat sedatif karena dapat menekan pusat pernapasan
5. Bantu klien beraktivitas
6. Penuhi kebutuhan sehari-hari klien sesuai kebutuhan

Diagnosa Keperawatan :
Gangguan proses berpikir yang berhubungan dengan edema jaringan otak dan retensi air

Tujuan :
Proses berpikir klien kembali ketingkat yang optimal

Intervensi Keperawatan :
1. Observasi dan catat tanda gangguan proses berpikir yang berat seperti :
a. Letargi
b. Gangguan memori
c. Tidak ada perhatian
d. Kesulitan berkomunikasi
e. Mengantuk
2. Orientasikan klien kembali dengan lingkungannya baik terhadap orang, tempat dan waktu
3. Beri dorongan pada keluarga agar dapat menerima perubahan prilaku klien dan mengadaptasinya

Penyuluhan Kesehatan :
Penyuluhan kesehatan sangat penting bagi klien dan keluarga. Berikanlah kepada mereka hal-hal yang harus di perhatikan dalam penggunaan obat di rumah dan perawatan klien pada umumnya. Berikan penjelasan tentang :
1. Cara penggunaan obat, dosis dan waktunya. Tidak meminum obat bersama dengan obat yang lain
2. Tanda dan gejala bila kelebihan obat atau sebaliknya
3. Menggunakan selimut tambahan pada waktu tidur, penggunaan baju hangat dan pakaian tebal bila suhu udara dingin
4. Meningkatkan pemasukan makanan yang bergizi, cairan yang cukup dan makanan tinggi serat
5. Memeriksakan diri secara teratur ke tempat pelayanan kesehatan terdekat

D. Penatalaksanaan Klien dengan Hipertrofi Kelenjar Tiroid

I. Pengkajian

1. Kaji riwayat penyakit :
- sudah sejak kapan keluhan dirasakan klien
- apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama
2. Tempat tinggal sekarang dan pada masa balita
3. Usia dan jenis kelamin
4. Kebiasaan makan
5. Penggunaan obat-obatan
- Kaji jenis obat-obat yang sedang digunakan dalam 3 bulan terakhir
- Sudah berapa lama digunakan
- Tujuan pemberian obat
6. Keluhan klien :
- Sesak napas, apakah bertambah sesak bila beraktivitas
- Sulit menelan
- Leher bertambah besar
- Suara serak/parau
- Merasa malu dengan bentuk leher yang besar dan tidak simetris
7. Pemeriksaan fisik :
- Palpasi kelenjar tiroid, nodul tunggal atau ganda, konsistensi dan simetris tidaknya, apakah terasa nyeri pada saat di palpasi
- Inspeksi bentuk leher, simetris tidaknya
- Auskultasi bruit pada arteri tyroidea
- Nilai kualitas suara
- Palpasi apakah terjadi deviasi trakhea
8. Pemeriksaan diagnostik
- Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum
- Pemeriksaan RAI
- Test TSH serum
9. Lakukan pengkajian lengkap dampak perubahan patologis diatas terhadap kemungkinan adanya gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi, cairan dan elektrolit serta gangguan rasa aman dan perubahan konsep diri seperti :
- Status pernapasan
- Warna kulit
- Suhu kulit (daerah akral)
- Keadaan / kesadaran umum
- Berat badan dan tinggi badan
- Kadar hemoglobin
- Kelembaban kulit dan teksturnya
- Porsi makan yang dihabiskan
- Turgor
- Jumlah dan jenis cairan per oral yang dikonsumsi
- Kondisi mukosa mulut
- Kualitas suara
- Bagaimana ekspresi wajah, cara berkomunikasi dan gaya interaksi klien dengan orang di sekitarnya
- Bagaimana klien memandang dirinya sebagai seorang pribadi

II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang dijumpai pada klien dengan goiter nontoksik antara lain :
1. Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan kelenjar tiroid terhadap trakhea
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan asupan yang kurang akibat disfagia
3. Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk leher
4. Gangguan rasa aman : ansietas yang berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit dan pengobatannya, atau persepsi yang salah tentang penyakit yang diderita

III. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan :
Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan kelenjar tiroid terhadap trakhea

Tujuan :
Selama dalam perawatan, pola napas klien efektif kembali (sambil menunggu tindakan pembedahan bila diperlukan) dengan kriteria sebagai berikut :
- Frekuensi pernapasan 16-20 x/menit dan pola teratur
- Akral hangat
- Kulit tidak pucat atau cianosis
- Keadaan klien tenang/tidak gelisah

Intervensi Keperawatan :
1. Batasi aktivitas, hindarkan aktivitas yang melelahkan
2. Posisi tidur setengah duduk dengan kepala ekstensi bila diperlukan
3. Kolaborasi pemberian obat-obatan
4. Bila dengan konservatif gejala tidak hilang, kolaborasi tindakan operatif
5. Bantu aktivitas klien di tempat tidur
6. Observasi keadaan klien secara teratur
7. Hindarkan klien dari kondisi-kondisi yang menuntut penggunaan oksigen lebih banyak seperti ketegangan, lingkungan yang panas atau yang terlalu dingin

Diagnosa Keperawatan :
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan asupan nutrien kurang akibat disfagia

Tujuan :
Nutrisi klien dapat terpenuhi kembali dalam waktu 1-2 minggu dengan kriteria sebagai berikut :
- Berat badan bertambah
- Hemoglobin : 12-14 gr% (wanita) dan 14-16 gr% (pria)
- Tekstur kulit baik

Intervensi Keperawatan :
1. Berikan makanan lunak atau cair sesuai kondisi klien
2. Porsi makanan kecil tetapi sering
3. Beri makanan tambahan diantara jam makan
4. Timbang berat badan dua hari sekali
5. Kolaborasi pemberian ruborantia bila diperlukan
6. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan menjelang jam makan

Diagnosa Keperawatan :
Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk leher

Tujuan :
Setelah menjalani perawatan, klien memiliki gambaran diri yang positif kembali dengan kriteria :
- Klien menyenangi kembali tubuhnya
- Klien dapat melakukan upaya-upaya untuk mengurangi dampak negatif pembesaran pada leher
- Klien dapat melakukan aktivitas fisik dan sosial sehari-hari

Intervensi Keperawatan :
1. Dorong klien mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang bentuk leher yang berubah
2. Diskusikan upaya-upaya yang dapat dilakukan klien untuk mengurangi perasaan malu seperti menggunakan baju yang berkerah tertutup
3. Beri pujian bila klien dapat melakukan upaya-upaya positif untuk meningkatkan penampilan diri
4. Jelaskan penyebab terjadinya perubahan bentuk leher dan jalan keluar yang dapat dilakukan seperti tindakan operasi
5. Jelaskan pula setiap risiko yang perlu di antisipasi dari setiap tindakan yang dapat dilakukan
6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan keperawatan sesuai kondisi klien
7. Fasilitasi klien untuk bertemu teman-teman sebayanya

Diagnosa Keperawatan :
Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya atau persepsi yang salah tentang penyakit yang diderita

Tujuan :
Setelah diberikan pendidikan kesehatan sebanyak 2 kali, ansietas klien akan hilang dengan kriteria sebagai berikut :
- Ekspresi wajah tampak rileks
- Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik
- Klien mengetahui penyakit dan upaya pengobatan

Intervensi Keperawatan :
1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya
2. Identifikasi harapan-harapan klien terhadap pelayanan yang diberikan
3. Buat rancangan pembelajaran yang mencakup :
- Jenis penyakit dan penyebabnya
- Upaya penanggulangan seperti pemberian obat-obatan, tindakan operasi bila ada indikasi
- Prognosa dan prevalensi penyakit
- Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan keadaan yang lebih buruk dan kondisi yang mempercepat penyembuhan
4. Laksanakan pembelajaran bersama dengan anggota keluarga, perhatikan kondisi klien dan lingkungannya.

Senin, 30 Mei 2011

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
PENGERTIAN
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
DM merupakan sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi). Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dalam makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.
Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini dapat menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti dibetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat mengakibatkan komplikasi mikrovaskular yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada saraf). DM juga meningkatkan insiden penyakit makrovaskuler yang mencakup insiden infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer.
Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:

B. Klasifikasi Klinis
1) Diabetes Mellitus
a) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
b) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II
(1) DMTTI yang tidak mengalami obesitas
(2) DMTTI dengan obesitas
2) Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
3) Diabetes Kehamilan (GDM)
b. Klasifikasi risiko statistik
1) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
2) Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun.
Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.

C. ETIOLOGI/FAKTOR PREDISPOSISI-PRESIPITASI
Secara umum penyebab terjadinya DM tidak diketahui secara pasti, namun dimungkinkan karena faktor :
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik

C. TANDA DAN GEJALA
1. Diabetes Tipe I
hiperglikemia berpuasa
glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
keletihan dan kelemahan
ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
Dari sudut pasien DM sendiri, hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter dan kemudian didiagnosa sebagai DM ialah keluhan:
- Kelainan kulit : gatal, bisul-bisul
- Kelainan ginekologis : keputihan
- Kesemutan, rasa baal
- Kelemahan tubuh
- Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
- Infeksi saluran kemih
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital atau pun daerah lipatan kulit lain seperti di ketiak dan di bawah payudara, biasanya timbul akibat jamur. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka yang lama tidak sembuh. Pada wanita, keputihan merupakan salah satu keluhan yang sering menyebabkan pasien datang ke dokter ahli kebidanan. Jamur terutama candida merupakan penyebab tersering dari keluhan pasien.
Rasa baal dan kesemutan akibat sudah terjadinya neuropati, juga merupakan keluhan pasien, disamping keluhan lemah dan mudah merasa lelah. Pada pasien laki-laki mungkin keluhan impotensi yang menyebabkan pasien datang ke dokter. Keluhan lain yaitu mata kabur yang disebabkan katarak, ataupun gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa oleh hiperglikemia. Mungkin pula keluhan tersebut disebabkan kelainan pada corpus vitreum. Diplopia binokular akibat kelumpuhan sementara otot bola mata dapat pula merupakan salah satu sebab pasien berobat ke dokter mata.
Diabetes mungkin pula ditemukan pada pasien yang berobat untuk infeksi saluran kemih dan untuk tuberculosis paru. Jika pada mereka kemudian ditanyakan dengan teliti mengenai gejala dan tanda DM, pada umumnya juga akan ditemukan gejala khas DM, yaitu poliuria akibat diuresis osmotic, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun.

D. PATOFISIOLOGI
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).

E. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus :
a.Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
b.Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
c.Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d.Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
e.Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f.Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g.Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h.Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i.Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Adanya kadar glukosa darah yang tinggi secara abnormal. Kadar gula darah pada waktu puasa > 140 mg/dl. Kadar gula sewaktu >200 mg/dl.
2. Tes toleransi glukosa. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam pp >200 mg/dl.
3. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
4. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD.
5. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi
6. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), Ffungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)

G. PENGELOLAAN
divonis diabetes bukan berarti hidup penuh batasan anda hanya perlu 5 langkah untuk menjalani hidup sehat
1. Edukasi deabetes : rajin mengikuti edukasi diabetes, membantu diabetisi memahami seluk beluk diabetes, dan pengendaliannya.
2. Aktifitas fisik : lakukan aktivitas fisik 3-4 kali seminggu selama 30 menit untuk mendapatkan hasil yang optima, seperti berolahraga.
3. Pengaturan makan ; untuk menjaga gula darah tetap seimbang, diabetisi menganjurkan pola makan dengan gizi seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori.
4. Minum obat/insulin : bila pengaturan makan dan aktivitas fisik belum berhasil, dokter akan memberikan terapiobat yang cocok.
5. Monitoring gula darah secara teratur : selalu mengecek kadar gula darah saat puasadan saat 2 jam stelah makan.

Cara mancapai gula darah yang terkendali
• Lakukan pemeriksaan gula darah beberapa kali sehari (sesuai petunjuk dokter)
• Diet (pola makan) yang seimbang, olahraga secara teratur dan disiplin dalam minum obat/insulin (sesuai petunjuk dokter)
• Mencatat dan mengevaluasi hasil test gula darah dengan catatan harian atau diary untuk memantau tren gula darah terakhir.
Farmakologis

Apabila pengendalian diabetesnya tidak berhasil dengan pengaturan diet dan gerak badan barulah diberikan obat hipoglikemik oral. Di Indonesia umumnya OHO yang dipakai ialah Metformin 2 – 3 X 500 mg sehari.
Pada pasien yang mempunyai berat badan sedang dipertimbangkan pemberian sulfonilurea.

Pedoman pemberian sulfonilurea pada DM usia lanjut :
• Harus waspada akan timbulnya hipoglikemia. Ini disebabkan karena metabolisme sulfonilurea lebih lambat pada usia lanjut, dan seringkali pasien kurang nafsu makan, sering adanya gangguan fungsi ginjal dan hati serta pengaruh interaksi sulfonilurea dengan obat-obatan lain.
• Sebaiknya digunakan digunakan sulfonyl urea generasi II yang mempunyai waktu paruh pendek dan metabolisme lebih cepat.
• Jangan mempergunakan klorpropamid karena waktu paruhnya sangat panjang serta sering ditemukan retensi air dan hiponatremi pada penggunaan klorpropamid. Begitu pula bila ada komplikasi ginjal, klorpropamid yang kerjanya 24 – 36 jam tidak boleh diberikan, oleh karena ekskresi obat sangat berkaian dengan fungsi ginjal. Hipoglikemia akibat klorpamid dapat berlangsung lama, berbeda dengan hipoglikemi karena tolbutamid.
• Sulfonilurea dengan kerja sedang ( seperti glibenklamid, glikasid), biasanya dosis awal setengah tablet sehari, kalau perlu dapat dinaikkan 1 – 2 kali sehari.
• Dosis oral pada umumnya bila dianggap perlu dapat dinaikkan tiap 1 – 2 minggu. Untuk mencegah hipoglikemia pada pasien tua lebih baik tidak memberikan dosis maksimum.
• Kegagalan sekunder dapat terjadi setelah penggunan OHO beberapa lama. Pada kasus sperti ini biasanya dapat dicoba kombinasi OHO dengan insulin atau langsung diberikan insulin saja.


H. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:

a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII : 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi,
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100
Kurus (underweight)

1) Kurus (underweight) : BBR < 90 % 2) Normal (ideal) : BBR 90 – 110 % 3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %
- Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
- Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
- Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
- Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah:
1) kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
2) Normal : BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

d. Obat
1. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
Mekanisme kerja sulfanilurea
• kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
• kerja OAD tingkat reseptor
Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
2. Insulin
a) Indikasi penggunaan insulin
(1) DM tipe I
(2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
(3) DM kehamilan
(4) DM dan gangguan faal hati yang berat
(5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
(6) DM dan TBC paru akut
(7) DM dan koma lain pada DM
(8) DM operasi
(9) DM patah tulang
(10) DM dan underweight
(11) DM dan penyakit Graves
b) Beberapa cara pemberian insulin
(1) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:
(a) lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
(b) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
(c) Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
(d) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
(e) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.

(f) Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.
(2) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
e. Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik (Tjokroprawiro, 1992).

I. PENYAKIT YANG DISEBABKAN
Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering disebut terkait oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.[7]
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak. Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin, terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.
Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi pada toleransi glukosa.
Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko kardiovaskular.
Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.
Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-α, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta, baik in vitro maupun in vivo.[8] Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL,[9][10] dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4-.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta
Diposkan oleh Ratna Suminarsih di 23:19
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz
0 komentar:
Poskan Komentar

Selasa, 24 Mei 2011

B. Pengkajian Umum Sistem Endokrin

1) Data Demografi
Usia dan jenis kelamin merupakan data dasar yang penting. Beberapa gangguan endokrin baru jelas dirasakan pada usia tertentu merupakan proses patologis sudah berlangsung sejak lama. Kelainan-kelainan somatik harus selalu dibandingkan dengan usia dan gender , misalnya berat badan dan tinggi badan. Tenpat tinggal juga merupakan data yang perlu di kaji, khususnya tempat tinggal pada masa bayi dan kanak-kanak dan juga tempat tinggal klien sekarang.


2) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti yang di alami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan secara langsumg dengan gangguan hormonal seperti:
 Obesitas
 Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
 Kelainan pada kelenjar tiroid
 Diabetes melitus
 Infertilitas
Dalam mengidentivikasi informasi ini tentunya perawat harus dapat menerjemahkan informasi yang ingin diketahui dengan bahasa yang sederhana dan di mengerti oleh klien atau keluarga.

3) Riwayat Kesehatan dan Keperawatan Klien
Perawat mengkaji kondisi yan pernah dialami oleh klien di luar gangguan yang dirasakan sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama bila di hubungkan dengan usia dan kemungkinan penyebabnya namun karena tidak mengganggu aktivitas klien, kondisi ini tidak di keluhkan.
 Tanda-tanda seks sekunder yang tidak berkembang, misalnya amenore, bulu rambut tidak tumbuh, buah dada tidak berkembang dan lain-lain.
 Berat badan yang tidak sesuai dengan usia, misalnya selalu kurus meskipun banyak makan dan lain-lain.
 Gangguan psikologia seperti mudah marah, sensiif, sulit bergaul dan tidak mampu berkonsentrasi, dan lain-lain.
 Hospitalisasi, perlu dikaji alasan hospitalisasi dan kapan kejadiannya. Bila klien dirawat beberapa kali, urutkan sesuai dengan waktu kejadiannya.
Juga perlu memperoleh informasi tentang penggunaan obat-obatan di saat sekarang dan masa lalu. Penggunaan obat-obatan ini mencakup obat yang di peroleh dari dokter atau petugas kesehatan maupun obat-obatan yang di peroleh secara bebas.jenis obat-obatan yang mengandung hormon atau yang dapat merangsang aktivitas hormonal seperti hidrokortison;levothyroxine; kontrasepsi oral; dan obat-obatan anti hipertensif.


4) Riwayat Diit
Perubahan status nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat saja mencerminkan gangguan endokrin tertentu atau pola dan kebiasaan makan yang salah dapat menjadi faktor penyebab, pleh karena itu kondisi berikut ini perlu di kaji:
 Adanya nausea, muntah dan nyeri abdomen
 Penurunan atau penambahan berat badan yang drastis
 Selera makan yang menurun atau bahkan berlebihan
 Pola makan dan minum sehari-hari
 Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu fungsi endokrin seperti makanan yang bersifat goitrogenik terhadap kelenjar tiroid

5) Status Sosial Ekonomi
Karena status sosial ekonomi nerupakan aspek yang sangat peka bagi banyak orang maka hendaknya dalam mengidentifikasi kondisi ini perawat melakukannya bersama-sama dengan klien. Menghindarkan pertanyaan yang mengarah pada jumlah atau nilai pendapatan melainkan lebih di fokuskan pada kualitas pengelolaan suatu nilai tertentu. Mendiskusikan bersama-sama bagaiman klien dan keluarganya memperoleh makanan yang sehat dan bergizi, upaya mendapatkan pengobatan bila klien dan keluarganya sakit dan upaya mempertahankan kesehatan klien dan keluarga tetap optimal dapat mengungkapkan keadaan sosial ekonomi klien dan menyimpulkan bersama-sama merupakan upaya untuk mengurangi kesalahan penafsiran

6) Masalah Kesehatan Sekarang
Atau disebut juga keluhan utama. Perawat memfokuskan pertanyaan pada hal-hal yang menyebabkan klien meminta bantuan pelayanan seperti :
 Apa yang di rasakan klien
 Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba atau poerlahan dan sejak kapan dirasakan
 Bagaimana gejala itu mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari
 Bagaimana pola eliminasi baik fekal maupun urine
 Bagaiman fungsi seksual dan reproduksi
 Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sanat menggangu klien
Halhal yang berhubungan dengan fungsi hormonal secara umum :
 Tingkat energi
Perubahan kekuatan fisik di hubungkan dengan sejumlah gangguan hormonal khususnya disfungsi kelenjar tiroid dan adrenal.perawat mengakaji bagaimana kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari, apakah dapat di lakukan sendiri tanpa bantuan, dengan bantuan atau sama sekali klien tidak berdaya melakukannya atau bahkan klien tidur sepanjang hari merupakan informasi yang sangat penting. Kaji juga bagaimana asupan makanan klien apkah berlebih atau kurang.
 Pola eliminasi dan keseimbangan cairan
Pola eliminasi khususnya urine dipengaruhi oleh fungsi endokri. Secara langsung oleh ADH,Aldosteron, dan kortisol.perawat menanyakan tentang pola berkemih dan jumlah volume urine. Dan apakah klien sering terbangun malam hari untuk berkemih. Nyatakan volume urine dalam gelas untuk memudahkan persepsi klien. Eliminasi urine tentu sangat berhubungan erat dengan keseimbangan air dan elektrolit tubuh. Bila dari hasil anamnesa ada hal yang mengindikasikan voume urine berlebih, pertanyaan kita di arahkan lebih jauh ke kemungkinan klien kekurangan cairan, kaj apakah klien mengalami gejala kurang cairan dan bagaimana klien mengatasinya. Tanyakan seberapa besar volume cairan yang dikonsumsi setiap hari. Kaji pola sebelum sakit untuk membandingkan pola sebelum sakit untuk membandingan pola yang ada sekarang.
 Pertumbuhan dan perkembangan
Secara langsung pertumbuhan dan perkembangan ada di bawah pengaruh GH, kelenjar tiroid dan kelenjar gonad. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan dapat saja terjadi semenjak di dalam kandungan bila hormon yang mempengaruhi tumbang fetus kurang seperti hipotiroid pada ibu. Kondisi ini dapat pula terjadi setelah bayi lahir artinya selama proses tumbang terjadi disfungsi GH atau mungkin Gonad dan kelenjar tiroid. Perlu mengkaji gangguan ini apakah terjadi semenjak bayi di lahirkan dengan tubuh yang kerdil, atau terjadi selama proses pertumbuhsn dan bahkan tidak dapat di identifikasi jelas kapan mulai tampak gejala tersebut. Mengkajisecara lengkap pertambahan ukuran tubuh dan fungsinya misalnya bagaimaa tingkat intelegensia, kemampuan berkomunikasi, inisiatif dan rasa tanggung jawab. Kaji pula apakah perubahan fisik tersebut mempengaruhi kejiwaan klien.
 Seks dan Reproduksi
Fungsi seksual dan reproduksi sama penting untuk di kaji baik klien wanita maupun pria. Pada klien wanita, kaji siklus menstruasinya mencakup lama, volume, frekuensi dan perubahan fisik termasuk sensasi nyeri atau kramp abdomen sebelum selama dan sesudah haid. Untuk volume gunakan satuan jumlah pembalut yang di gunakan, kaji pula pada umur berapa klien pertama kali menstruasi.
Bila klien bersuami, kaji apakah pernah hamil, abortus, dan melahirkan. Jumlah anak yang pernah di lahirkan dan apakah klien menggunakan cara tertentuuntuk membatasi kelahiran atau cara untuk mendapatkan keturunan. Pada klien pria, kaji apakah klien mampu ereksi dan orgasme dan bagaimana perasaan klien setelah melakukannya, adakah perasaan puas dan menyenangkan. Tanyakan pula adakah perubahan bentuk dan ukuran alat genitalnya.
Mengkaji hal-hal yang berhubungan dengan seks masih seringkali menjadi hal yang tabu untuk di perbincangkan padahal seharusnya itu tidak perlu terjadi. Jika perbincagan tentang seks ii di lakukan dalam konteks therapi maka tidak perlu malu. Perawat perlu mawas diri dengan perasaannya, bersikap dewasa, dan berwibawa sehingga perasaan segan dan malu dapat diminimalkan bahkan dihilangkan.
 Pemeriksaan fisik
Melalui pemeriksaan fisik ad dua aspek utama yang dapat di gambarkan yaitu:
1. Kondisi kelenjar endokrin
2. Kondisi jaringan atau organ sebagai dampak dari kondisi endokrin

Pemeriksaan fisik terhadap kondisi kelenjar hanya dapat dilakukan terhadap kelenjar tiroid dan kelenjar gomad pria (testes).Secara umum,tekhenik pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan dalam memperoleh berbagai penyimpangan fungsi adalah :
Inspeksi
Disfungsi sistem endokrin akan menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya terhadap pertumbuhan dan perkembangan, kesembangan cairan dan elektrolit , seks dan reproduksi, metabolisme dan energi.Berbagai pperubahan fisik dapat berhubungan dengan satu atau lebih gangguan endokri, oleh karena itu dalam melakukan pemeriksaan fisik, perawat tetap berpedoman pada pengkajian yang komprehensif dengan penekanan pada gangguan hormonal tertentu dan dampaknya terhadap jaringan sasaran dan tubuh secara keseluruhan. Jadi menggunakan pendekatan head-to-toe saja atau menggabungkannya dengan pendekatan sistem, kedua-duanya dapat digunakan
Pertama-tama, amatilah penampilan umum klien apakah tampak kelemahan berat, sedang dan ringan dan sekaligus amati bentuk dan proporsi tubuh. Pada pemeriksaan wajah, fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi wajah seperti bentuk dahi, rahang dan bibir.pada mata amati adannya edema periorbita dan exopthalmus serta apakah ekspresi wajah datar atau tumpul. Amati lidah klien terhadap kelainan bebtuk dan penebalan, ada tidaknya tremor pada saat diam atau bila digerakkan. Kondisi ini biasanya terjadi pada gangguan tiroid.
Didaerah leher, apakah leher tampak membesar, simetris atau tidak. Pembesaran leher dapat disebabkan pembesaran kelenjar tiroid dan untuk meyakinkannya perlu dilakukan palpasi.Distensi atau bendungan pada vena jugularis dapat mengidemtifikasikan kelebihan cairan atau kegagalan jantung. Amati warna kulit(hiperpigmentasi atau hipopigmentasi) pada lehe, apakah merata dan cacat lokasinya dengan jelas. Bila dijumpai kelainan kulit leher, lanjutkan dengan memeriksa lokasi yang lain di tubuh selakigus. Infeksi jamur, penembuhan luka yang lama, bersisik dan petechiae lebih sering dijumpai pada klien dengan hiperfungsi adrenokortikal. Hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut dijumpai pada klien hipofungsi kelenjar adrenal.Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit tampak pada hipofungsi kelenjar adrenal sebagai akibat destruksi melanosit dikulit oleh proses autoimun. Hipopigmentasi biasa terjadi di wajah, leher, dan ekstremitas. Penumpukan masa otot yang berlebihan pada leher bagian belakang yang biasa disebut Bufflow neck atau leher/punuk kerbau dan terus sampai daerah clavikula sehingga klien tampak seperti bungkuk, terjadi pada klien hiperfungsi adrenokortikal. Amati bentuk dan ukuran dada, pergerakan dan simetris tidaknya.
Ketidakseimbangan hormonal khususnya hormon seks akan menyebabkan perubahan tanda seks sekunder, oleh sebab itu amati keadaan rambut axila dan dada. Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut hirsutisme. Pada buah dada amati bentuk dan ukuran, simetris tidaknya, pigmentasi dan adanya pengeluaran cairan. Striae pada buah dada atau abdomen sering dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal.Bentuk abdomen cembung akibat penumpukan lemak centripetal dijumopai pada hiperfungsi adrenokortikal.Pada pemeriksaan genetalia, amati kondisi skrotum dan penis juga klitoris dan labia terhadap kelainan bentuk.

Palpasi
Kelenjar tiroid dan testes, dua kelenjar yang dapat diperiksa melalui rabaan. Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak teraba namun isthmus dapat diraba dengan menengadahkan kepala klien. Lakukan palpasi kelenjar tiroid perlobus dan kaji ukuran, nodul tinggal atau multipel, apakah ada rasa nyeri pada saat di palpasi. Pada saat melakukan pemeriksaan, klien duduk atau berdiri sama saja namun untuk menghindari kelelahan klien sebaiknya posisi duduk.Untuk hasil yang lebih baik, dalam melakukan palpasi pemeriksa berada dibelakang klien dengan posisi kedua ibu jari perawat dibagian belakang leher dan keempat jari-jari lain ada diatas kelenjar tiroid.
Palpasi testes di lakukan dengan posisi tidur dan tangan perawat harus dalam keadaan hangat. Perawat memegang lembut began ibu jari dan dua jari lain, bandingkan yang satu dengan yang lainnya terhadap ukuran/besarnya, simetris tidaknya nodul. Normalnya testes teraba lembut, peka terhadap sinaar dan sinyal seperti karret.


Auskultasi
Mendengarkan bunyin tertentu dengan bantuan stetoskop dapat menggambarkan berbagai perubahan dalam tubuh.Auskultasi pada daerah leher, diatas kelenjar tiroid dapat mengidentifikasi“ bruit“. Bruit adalah bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Dalam keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar. Dapat diidentifikasi bila terjadi peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar tiroid sebagai dampak peningkatan aktivitas kelenjar tiroid.
Auskultasi dapat pula dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan pada pembuluh darah dan jantung seperti tekanan darah, ritme dan rate jantung yang dapat menggambarkan gangguan keseimbangan cairan, perangsangan katekolamin dan perubahan metabilisme tubuh.



7) Pengkajian Psikososial
Perawat mengkaji keterampilan koping, dukungan keluarga, teman , dan handai taulan serta bagaimana keyakinan klien tentang sehat sakit. Sejaumlah ganguan endokrin yang serius mempengaruhi persepsi klien terhadap dirinya sendiri oleh karena perubahan-perubahan yang dialami menyangkut perubahan fisik, fungsi seksual dan reproduksi dan lain-lain yang akan mempengaruhi konsep dirinya. Kemampuan klien dan keluarga dalam memberi perawatan di rumah termasuk penggunaan obat-obatan yang biasanya dapat berlangsung lama perlu dikaji.

Pengkajian Diagnostik Sistem Endokrin
A. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Hipofise
Foto Tengkorak (kranium)
Dilakukan untuk melihat sella tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus, namun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah penting.


Foto tulang (osteo)
Dilakukan untuk melihat kondisi tulang. Pada klien dengan gigantisme akan dijumpai ukuran maupun panjangnya. Pada akromegali akan dijumpai tulang-tulang perifer yang bertambah ukurannnya ke samping. Persiapan fisik secara khusus tidak ada, pendidikan kesehatan diperlukan.

CT scan Otak
Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofise atu hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan fisik secara khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien dapat diam bergerak selama prosedur.

Pemeriksaan darah dan urin
KADAR GROWTH HORMON
Nilai normal 10µg/ml pada anak dan orang dewasa. Pada bayi di bulan-bulan pertama kelahiran nilai ini meningkat kadarnya. Spesimen adalah darah venalebih kurang 5 cc. Persiapan khusus secara fisik tidak ada.
KADAR TIROID STIMULATING HORMON (TSH)
Nilai normal 6-10 µg/ml. Dilakukan untuk menentukan apakah gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder. Dibutuhkan darah lebih kurang 5 cc. Tanpa persiapan secara khusus.
KADAR ADENOKARTIKO TROPIK (ACTH)
Pengukuran dilakukan dnegan test supresi deksametason. Spesimen yang diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc dan urin 24 jam.
Persiapan
1. Tidak ada pembatasan makan dan minum
2. Bila klien menggunakan obat-obatan seperti kortisol dan antagonisnya, dihentikan lbih dahulu 24 jam sebelumnya.
3. Bila obat-obatan harus diberikan, lamirkan jenis obat dan dosisnya pada lembar pengiriman spesimen
4. Cegah stress fisik dan psikologis
Pelaksanaan
1. Klien diberi deksametason 4 × 0.5 ml/hari selama-lamanya dua hari
2. Besok paginya darah vena diambil sekitar 5 cc
3. Urine ditampung selama 24 jam
4. Kirim spesimen ( darah dan urin ) ke laborator
Hasil
Normal bila ;
 ACTH menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl
 17-Hydroxi-Cortico-Steroid (17-OHCS ) dalam urin 24 jam kurang dari 2.5 mg.
Cara sederhana dapat juga dilakukan dengan pemberian deksametason 1 mg per oral tengah malam , baru darah vena diambil lebih kurang 5 cc pada pagi hari dan urin ditampung selama 5 jam. Spesimen dikirim ke laboratorium. Nilai normal bila kadar kortisol darah kurang atau sama dengan 3 mg/dl dan ekskresi OHCS dalam urin 24 jam kurang dari 2.5 mg.

B. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Tiroid
 Up take Radioaktif ( RAI )
Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap iodida.
Persiapan
1. Klien puasa 6-8 jam
2. Jelaskan tujuan dan prosedur
Pelaksanaan
1. Klien diberi Radioaktif Jodium (I131) per oral sebanyak 50 microcuri. Dengan alat pengukur yang ditaruh di atas kelenjar tiroid diukur radioaktif yang tertahan.
2. Juga dapat diukur clearence I131 melalui ginjal dengan mengumpulkan urin selama 24 jam dan diukur kadar radioaktif jodiumnya.
Banyaknya I131 yang ditahan oleh kelenjar tiroid dihitung dalam persentase sebagai berikut:
1. Normal : 10-35%
2. Kurang dari : 10% disebut menurun , dapat terjadi pada hipotiroidisme.
3. Lebih dari : 35 % disebut meninggi, dapat terjadi pada tirotoxikosis atau pada defisiensi jodium yang sudah lama dan pada pengobatan lama hipertiroidisme.


 T3 dan T4 Serum
Persiapan fisik secara khusu tidak ada. Spesimen yang dibutuhkan adalah darah vena sebanyak 5-10 cc.
1. Nilai normal pada orang dewasa:
Jodium bebas : 0.1-0.6 mg/dl
T3 : 0.2-0.3 mg/dl
T4 : 6-12 mg/dl
2. Nilai normal pada bayi/anak:
T3 : 180-240 mg/dl

 Up take T3 Resin
Bertujuan untuk mengukur jumlah hormon tiroid ( T3 ) atau tiroid binding globulin (TBG) tak jenuh. Bila TBG naik berarti hormon tiroid bebas meningkat. Peningkatan TBG terjadi pada hipertiroidisme. Dibutuhkan spesimen darah vena sebanyak 5 cc. Klien puasa selama 6-8 jam.
Nilai normal pada :
- Dewasa : 25-35 % uptake oleh resin
- Anak : pada umumya tidak ada

 Protein Bound Iodine (PBI)
Bertujuan mengukur jodium yang terikat dengan protein plasma. Nilai normal 4-8 mg% dalam 100 ml darah. Spesimen yang dibutuhkan darah vena sebanyak 5-10 cc. Klien dipuaskan sebelum pemeriksaan sebelum pemeriksaan 6-8 jam.

 Laju Metabolisme Basal (BMR)
Bertujuan untuk mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang dibutuhkan tubuh di bawah kondisi basal selama beberapa waktu.
Persiapan:
-klien puasa sekitar 12 jam
-hindari kondisi yang menimbulkan kecemasan dan stress
-klien harus tidur paling tidak 8 jam
-tidak mengkonsumsi obat-obat analgesik dan sedatif
-jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan dan prosedurnya
-tidak boleh bangun dari tempat tidur sampai pemeriksaan dilakukan
Pelaksanaan :
-segera setelah bangun, dilakukan pengukuran tekanan darah dan nadi
-dihitung dengan rumus BMR (0.75 × pulse ) + ( 0.74 × Tek Nadi ) -72
-nilai normal BMR : -10 s/d 15 %

 Scanning Tyroid
Dapat digunakan dengan beberapa tehnik antara lain :
- Radio Iodine Scanning. Digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid tunggal atau majemuk dan apakah panas atau dingin ( berfungsi atau tidak berfungsi ). Nodul panas menyebabkan hipersekresi jarang bersifat ganas.
- Up take Iodine. Digunakan untuk menentukan pengambilan jodium dari plasma. Nilai normal 10 s/d 30 % dalam 24 jam.

C. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Paratiroid
 Percobaan Sulkowitch
Dilakukan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam urine, sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid. Percobaan dilakukan dengan menggunakan Reagens Sulkowitch. Bila pada percobaan tidak terdapat endapan maka kadar kalsium plasma diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan sedikit (fine white cloud) Menunjukkan kadar kalsiun darah normal (6 ml/dl). Bila endapan banyak, kadar kalsium tinggi.

Persiapan :
-urine 24 jam ditampung ditampung.
-makanan rendah kalsium 2 hari berturut-turut.

Pelaksanaan :
-masukkan urin 3 ml ke dalam 2 tabung.
-ke dalam tabung pertama dimasukkan reagens sulkowitch 3 ml, tabung kedua hanya sebagai kontrol.

Pembacaan hasil secara kuantitatif :
Negatif (-) : tidak terjadi kekeruhan
Positif (+) : terjadi kekeruhan yang halus
Positif (++) : kekeruhan sedang
Positif (+++) : kekeruhan banyak timbul dalam waktu kurang dari 20 detik
Positif (++++) : kekeruhan hebat, terjadi seketika

 Percobaan Ellwort – Howard
Percobaan didasarkan pada diuresis pospor yang dipengaruhi oleh parathormon.
Cara pemeriksaan: klien disuntik dengan parathormon melalui intravena kemudian urin ditampung dan diukur kadar pospornya.pada hipoparatiroid, diuresis pospor bisa mencapai 5-6 kali nilai normal. Pada hiperparatiroid, diuresis pospornya tidak banyak berubah.
 Percobaan Kalsium Intravena
Percobaan ini berdasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya kadar serum kalsium akan menekan pembentukkan parathormon. Normal bila pospor serum meningkat dan pospor diuresis berkurang. Pada hiper paratiroid, pospor serum dan pospor diuresis tidak banyak berubah. Pada hipoparatiroid, pospor serum hampir tidak mengalami perubahan tetapi pospor diuresis meningkat.
 Pemeriksaan radiologi
Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya kalsifikasi tulang, penipisan dan osteoporosis. Pada hipotiroid, dapat dijumpai kalsifikasi bilateral pada dasar tengkorak. Densitas tulang bisa normal atau meningkat. Pada hipertiroid, tulang menipis, terbentuk kista dalam tulang serta tuberculae pada tulang.
 Pemeriksaan Elektrokardiogran ( EKG )
Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelainan gambaran ekg akibat perubahan kadar kalsium serum terhadap otot jantung. Pada hiperparatiroid, akan dijumpai gelombang Q – T yang memanjang sedangkan pada hiperparatiroid interval Q – T mungkin normal
.
 Pemeriksaan Elektromiogram ( EMG )
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan kontraksi otot akibat perubahan kadar kalsium serum. Persiapan khusus tidak ada.

D. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Pankreas
Jenis pemeriksaannya adalah gula darah puasa. Bertujuan untuk menilai kadar gula darah setelah puasa selama 8-10 jam.
Nilai normal :
 Dewasa : 70-110 md/dl
 Bayi : 50-80 mg/d
 Anak-anak :60-100 mg/dl
Persiapan
 Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan dilakukan
 Jelaskan tujuan prosedur pemeriksaan
Pelaksanaan
 Spesimen adalah darah vena lebih kurang 5 s/d 10cc.
 Gunakan anti koagulasi bila pemeriksaan tidak dapat dilakukan segera.
 Bila klien mendapatkan pengobatan insulin atau oral hipoglikemik untuk sementara tidak diberikan.
 Setelah pengambilan darah, klien diberi makan dan minum serta obat-obatan sesuai program.
Gula darah 2 jam setelah makan. Sering disingkat dengan gula darah 2 jam PP (post prandial). Bertujuan untuk menilai kadar gula darah dua jam setelah makan. Dapat dilakukan secara bersamaan dengan pemeriksaan gula darah puasa artinya setelah pengambilan darah puasa,kemudian klien disuruh makan menghabiskan porsi yang biasa lalu setelah dua jam kemudian dilakukan pengukuran kadar gula darahnya. Atau bisa juga dilakukan secara terpisah tergantung paad kondisi klien.
Prinsip persiapan dan pelaksanaan sama saja namun perlu di ingat waktu yang tepat untuk pengambilan spesimen karena hal ini dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Bagi klien yang mendapat obat-obatan senentara dihentikan sampai pengambilan spesimen dilakukan.

E. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Adrenal
Pemeriksaan Hemokonsentrasi darah
Nilai normal pada :
 Dewasa wanita :37-47 %
 Pria : 45-54%
 Anak-anak :30-40%
 Neonatal :44-62%
Tidak ada persiapan secara khusus. Spesimen darah dapat diperoleh dari perifer seperti ujung jari atau melalui pungsi intravena. Bubuhi antikoagulan ke dalam darah untuk mencegah pembekuan.
Pemeriksaan Elektrolit Serum ( Na, K, Cl ), dengan nilai normal :
 Natrium : 310 – 335 mg ( 13.6 – 14 meq / liter )
 Kalium : 14 -20 mg% ( 3.5 – 5.0 meq/liter )
 Chlorida : 350-375 mg% (100-106 meq /liter)
Pada hipofungsi adrenal akan terjadi hipernatremi dan hipokalemi, dan sebaliknya terjadi pada hiperfungsi adrenal yaitu hiponatremia dan hiperkalemia. Tidak diperlukan persiapan fisik secara khusus.

Percobaan Vanil Mandelic Acid (VMA)
Bertujuan untuk mengukur katekolamin dalam urine. Dibutuhkan urine 24 jam. Nilai normal 1-5 mg. Tidak ada persiapan khusus.

Stimulasi test
Daimaksudkan untuk mengevaluasi dan mendeteksi hipofungsi adrenal. Dapat dilakukan terhadap kortisol dengan pemberian ACTH. Stimulasi terhadap aldosteron dengan pemberian sodium.

Kamis, 19 Mei 2011

Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin



Fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama yaitu, sistem syaraf dan sistem hormonal atau
sistem endokrin. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karekteristik tertentu. Misalnya medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari syaraf (neural). Jika kedusnya dihancurkan atau diangkat maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil oleh sistem syaraf.
Bila sistem endokrin umumnya bekerja melalui hormon, maka sistem syaraf bekerja melalui neotransmitter yang dihasilkan oleh ujung-ujung syaraf. Sistem hormonal terutama berhubungan dengan pengaturan sebagai fungsi metabolisme tubuh, mengatur kecepatan reaksi kimia didalam sel, transport zat-zat melalui membrane sel, aspek pertumbuhan dan sekresi.
A. Struktur
Terdapat 2 type kelenjar yaitu eksokrin dan endokrin. Kelenjar eksokrin melepaskan sekresinya kedalam duktus pada permukaan tubuh. Seperti kulit / organ internal seperti lapisan traktus intestinal. Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat sederhana, kelenjar ini tidak mempunyai saluran keluar dan mencurahkan sekresinya langsung ke sirkulasi darah. Kelenjar ini terdiri dari deretan sel-sel lempengan atau gumpalan sel disokong oleh jaringan ikat yang halus yang banyak mengandung pembuluh kapiler. Kelenjar endokrin termasuk : hepar, Pankreas, (kelenjar eksorin dan endokrin), payudara, dan kelenjar lakrimalis untuk air mata.
Kelenjar endokrin termasuk:
1. Pulau Lagerhans pada pancreas
2. Gouad (ovarium & testis)
Kelenjar adrenal, hipofise, tiroid, paratiroid, serta timus

B. Hormon dan Fungsinya
Hormon yaitu penghantar (transmitter) kimiawi yang dilepas dari sel-sel khusus kedalam aliran darah. Selanjutnya hormone tersebut dibawa ke sel-sel target (responsive cells) tempat terjadinya efek dari hormone (menurut starling). Hormon mengatur berbagai proses yang mengatur kehidupan.
Sistem endokrin mempunyai 5 fungsi umum :
1. Membedakan sistem syaraf pusat dan sistem reproduktif pada janin yang sedang berkembang.
2. Menstimulasi urutan perkembangan.
3. Mengkoordinasi sistem reproduktif.
4. Memelihara lingkungan internal optimal.
5. Melakukan respons korektif dan adatif ketika terjadi situasi darurat

Secara kimiawi, hormon dibentuk oleh bahan- bahan sebagai berikut :
1. Derifrat asam amino
Dikeluarkan oleh sel kelenjar buntu yang berasal dari jaringan nervus medulla suprarenal dan neurohipofise. Contoh : efineprin, norefineprin.
2. Peptide / derifat peptide
Dibuat oleh kelenjar buntu yang berasal dari jaringan alat pencernaan.
3. Steroid
Hormon steroid mempunyai inti cyclo pentane pehidraphenatren dibuat oleh kelenjar buntu yang berasal dari mesotelium. Contoh : hormone testis, ovarium, dan korteks supraren.
4. Asam Lemak
Merupakan biosintesis dari 2 asam lemak. Contoh : hormone prostaglandin.
5. Hormon perkembangan (depelopment hormone)
Memegang peranan didalam perkembangan dan pertumbuhan hormone ini dihasilkan oleh kelenjar gonad.
6. Hormon metabolisme (metabolic hormone)
Proses homeostasis gula glukosa dalam tubuh diatur oleh bermacam-macam hormon diantaranya glucokorticoid, glukagon, dan katecho lamin.
7. Hormon trofik (trophik hormone)
Dihasilkan oleh stuktur khusus dalam pengaturan fungsi endokrin yauti kelenjar fipofise yang dikategorikan sebagai hormone perangsang pertumbuhan folikel (FSH) pada ovarium dan proses spermatogenesis hormone penguning (lutein hormon).
8. Hormon pengatur metaboliame air dan mineral
Kalsitonin dihasilkan oleh kelenjar tiroid, untuk mengatur metabolisme kalsium dan fosfor. Meningkatkan produksi kalsitonin menyebabkan menurunnya kalsium dan fosfor dalam darah dan meningkatnya seksresi kalsium fosfat, natrium, kalium, dan magnesium melalui ginjal.
9. Hormon pengatur sistem kardiovaskuler
Epinefrin dihasilkan oleh kelenjar adrenal bagian medulla. Efek dari hormone ini tergantung dari reseptor setiap tujuan. Efek pada jantung meningkatkan konduksi dan kontraksi dari jantung.

C. Karakteristik
Meskipun setiap hormon adalah unik dan mempunyai fungsi dan struktur tersendiri, namun semua hormone mempunyai karekteristik tersebut. Hormon disekresi dalam salah satu dari tiga pola berikut :
1. Sekresi diurnal adalah pola dan turun dalam periode 24 jam. Contoh : kortisol.
2. Pola sekresi hormonal pulsatif dan siklik naik dan turun sepanjang waktu tertentu, setiap bulanan. Contoh : Estrogen adalah hormone siklik dengan puncak dan lembahnya menyebabkan siklus mentruasi.
3. Type sekresi hormonal yang ketiga adalah variabel dan tergantung pada kadar substrat lainnya. Hormon paratiroid disekresi dalam berespons terhadap kadar kalsium serum. Hormon bekerja dalam sistem umpan balik. Loop umpan balik dapat positif / negative dan memungkinkan tubuh untuk dipertahankan dalam suatu lingkungan optimal. Hormon mengatur laju aktifitas selular. Hormon tidak mengalami perubahan biokimia. Hormon hanya mempengaruhi sel-sel yang mengandumg reseptor yang sesuai, yang melakukan fungsi spesifik. Hormon mempunyai fungsi dependent dan interpenden. Pelepasan hormone ini dari satu kelenjar sering merangsang pelepasan hormone dari kelenjar lainnya.
D. Peran Hipotalamus dan Kelenjar Hipotise

Dua kelenjar endokrin yang utama adalah hipotalamus dan hipotise Aktifitas endokrin dikontrol secara langsung dan tak langsung oleh hipotalamus, yang menghubungkan sistem persyarafan dengan sistem endokrin dalam berespon terhadap input dari area lain dalam otak dan dari hormone dalam darah, neuron dalam hipotalamus mensekresi beberapa hormone releasing dan inhibiting. Hormone ini bekerja pada sel-sel spesifik dalam kelenjar pitvitari yang mengatur pembentukan dan sekresi hormone hifofise.,
1. Kelenjar Hipofise
Kelenjar ini disebut juga kelenjar pitvitari. Karena menghasilkan dan mengatur hormone-hormon pada bagian tubuh lainnya, sehingga disebut “ Master of bland “ kelenjar hipotise terletak di dasar tengkorak (pada bagian Sela Tursika) Fossa pitvitary os spenoidal. Berat kelaenjar kurang lebih 0,5 gram dan bentuknya seperti kacang segi lima .

Kelenjar hipofise mempunyai 3 lobus, yaitu :
a. Lobus posterior hipofisis terutama dibentuk oleh ujung axon dari nuclei supraotikum dan para ventrikulasi hypothalamus.
b. Lobus anterior dibentuk oleh pita sel menjalin dan jaringan luas kapiler sinusoid.
c. Lobus intermedia dibentuk didalam sel embrio dari tengah dorsal kantong ratke (suatu evaginasi atau jantung).

Hipofise menghasilkan hormon tropik dan hormon nontropik. Hormon tropik akan mengontrol sintesa dan sekresi hormon kelenjar sasaran sedangkan hormon nontropik akan bekerja langsung pada organ sasaran.
Kemampuan hipofise dalam mempengaruhi atau mengontrol langsung aktivitas kelenjar endokrin lain menjadikan hipofise dijuluki “master of glands”.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh lobus anterior adalah :
a. Grwoth Hormon (GH)
1) Merangsang pertumbuhan tulang → bertambah panja
2) Pertumbuhan dari masa kanak-kanak sampai pubertas.
3) Pada saat pubertas GH tidak mempunyai efek pada tulang karena tulang tidak dapat bertambah panjang lagi.
4) Pertumbuhan dipengaruhi oleh factor interna (genetic, hormone) dan eksterna (makanan, keadaan sakit / sehat).
5) Hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan sejak janin sampai anak-anak.
6) Defisiensi GH sebelum pubertas akan menyebabkan Doorfism (Dewasa terlambat).
7) Hipersekresi GH pada saat sebelum pubertas (Gigantism) dean sesudah pubertas (Akromegali).
8) Sekresi GH meningkat pada saat : stress, hipoglikemia, peningkatan asam amino, tidur.
b. Tirosomatotrofic hormone (TSH) / Tnyroid stimulating Hormone
1) Merangsang pertumbuhan kelenjar gondok.
2) Berperan penting dalam pembentukan sintesis protein.
3) Dalam darah berikatan dengan gama globulin.
c. Adrenatorticotropi homon (ACTH)
1) Mempengaruhi pertumbuhan maturitas dan fungsi organ seks primer dan sekunder.
2) Mempengaruhi / merangsang korteks adrenal.
3) Mengontrol produksi kortisol.
d. Prolactin / Luteotrofic hormone (LTH)
1) Merangsang pertumbuhan kelenjar mamae (payudara).
2) Sekresi air susu (laktasi).
3) Pada wanita hamil meningkat.
e. Melanocyte-stimulating Hormone (MSH)
1) Merangsang pertumbuhan steroid atau korteks adrenal.
2) Dapat merangsang korteks adrenal & dapat mempengaruhi prigmentasi.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh lobus posterior adalah :
a. Antideuretik hormone (ADH)
1) Meningkatkan reabsorpsi air oleh tubulus distal dan tubulus kedodokus ginjal, sehingga menurunkan haluaran output urine.
2) merangsang vasokontriksi arteriol → TD meningkat.
b. Oksitosin
1) Merangsang pengeluaran ASI dari alveoli payudara kedalam duktus.
2) Merangsang kontraksi uterus pada saat persalinan.
3) Terlibat dalam transport sperma dalam traktus reproduktif wanita
.
2. Kelenjar Tiroid
Terdiri atas 2 buah lobus yang terletak disebelah kanan dari trakea diikat bersama oleh jaringan tiroid dan yang melintasi trakea disebelah depan. Merupakan kelenjar yang terdapat didalam leher bagian depan bawah melekat pada dinding laring. Kelenjar ini mempunyai dua lobus yaitu lobus kanan dan kiri. Antara kedua lobus dihubungkan dengan isthmus. Isthmus merupakan lapisan tipis dari tyroid. Pada kelenjar tyroid terdapat 2 sel yaitu sel follicular dan sel para follicular. Sel-sel ini menghasilkan hormone tiroksin (T4) & triodotironin (T3) sedangkan sel parafollicular menghasilkan kalsitonin.
Fungsi dari kelenjar tyroid, terdiri dari :
a. Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi.
b. Mengatur penggunaan oksidasi.
c. Mengatur pengeluaran karbondioksida.
d. Metabolic dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan
e. Pada anak mempengaruhi perkembangan fisik dan mental.
Bahan dasar pembentukan hormone-hormon ini adalah yodium yang diperoleh dari makanan dan minuman. Yodium yang bdikonsumsi akan diubah menjadi ion yodium (yidida) yang masuk secara aktif kedalam sel kelenjar dan dibutuhkan ATP sebagai sumber energi. Proses ini disebut pompa iodia, yang dapat dihambat oleh ATP – ase, ionkiorat, dan ionsianat. Sel folikel membentuk molekul glikoprotein yang disebut Tiroglobin yang kemudian mengalami penguraian menjadi mono iodotironin (MIT) dan Diiodotironin (DIT). Selanjutnya terjadi penggabungan antara MIT dan DIT akan membentuk tri iodotironin (T3) dan DIT dengan DIT akan membentuk tetra iodotironin / tiroksin (T4). Proses penggabungan ini dirangsang oleh TSH namun dapat dihambat oleh tiourea, tiourasil, sulfonamide, dan metil kaptoimidazol. Hormon T3 dan T4 berikatan dengan plasma dalam bentuk PBI (Protein birding Iodine).
Fungsi hormone-hormon tiroid antara lainj adalah :
a. Mengatur laju metabolisme tubuh (meningkatkan konsumsi oksigen).
b. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya pertumbuhan syaraf.
c. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin.
d. Merangsang pembentukan sel darah merah.
e. Efek kronotrofik terhadap jantung yaitu menembah kekuatan kontraksi otot dan menembah frekuensi irama jantung.
f. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai konpensasi irama jantung tubuh terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolisme.
g. Bereaksi sebagai antagonis insulin.

3. Kelenjar Paratiroid
Kelenjar ini menempel pada bagian anterior dan posterior kedua lobus kelenjar tiroid oleh karena itu kelenjar paratiroid berjumlah 4 buah (terletak dipermukaan belakang kelenjar tiroid). Ukuran masing-masing kira-kira 5 X 52 mm. Memiliki berat masing-masing 25 – 30 mg sehingga berat keseluruhan kira-kira 120 mg. Kelenjar ini terdiri dari 2 jenis sel yaitu chief cells dan oxyphill cells.Chief cells merupakan bagian terbesar dari kelenjar paratiroid, mensintesa dan mensekresi hormone paratiroid / parathormon (PTH).
Pharathormon mengatur metabolisme kalsium dan posfat tubuh organ targetnya adalah tulang, PTH mempertahankan reabsorpsi tulang sehingga kalsium serum meningkat. Di tubulus ginjal, PTH mengaktifkan vitamin D. Dengan vitamin D yang aktif akan terjadi peningkatan absorpsi kalsium dan posfat. Selain itu hormone ini pun akan meningkatkan reabsorpsi Ca dan Mg tubulus ginjal, meningkatkan P, Hco3 dan Na karena sebagian besar kalsium disimpan ditulang maka efek PTH lebih besar terhadap tulang.
Efek parathormon terhadap jaringan target : Parathormon
a. Merangsang pembentukan vitamin D
b. Meningkatkan reabsorpsi tubulus ginjal terhadap Ca dan Mg
c. Meningkatkan pengeluaran P, Hco3 dan Na
d. Meningkatkan mobilisasi Ca dan P dari tulang kedalam cairan ekstra sel
e. Mengurangi pembentukan tulang
f. Meningkatkan penghancuran tulang - Meningkatkan absorpsi Ca dan P dengan bantuan vitamin D

4. Kelenjar Adrenal/Suprarenal
Kelenjar ini terletak diatas ginjal dean berada dibelakang abdomen. Jumlahnya ada 2 bentuknya ceper dan lebih menonjol kebagian kutubnya. Berat masing-masing kelenjar ini kira-kira 5 - 9 gram. Dan kadang juga di sebut sebagai kelenjar anak ginjal karena menempel pada ginjal.
Kelenjar adrenal terdiri dari 2 lapis yaitu bagian luar disebut korteks adrenal dan bagian dalam disebut medulla adrenal.
a. Korteks adrenal
Merupakan bagian terbesar dari berat keseluruhan kelenjar Adrenal + 90 % dari berat keseluruhan kelenjar adrenal. Berat bagian ini kira-kira 5 – 7 gam. Korteks adrenal merupakan bagian keluar dari kelenjar adrenal. Bagian ini terdiri dari sel-sel epitel yang besar dan berisi Lipoid. Sel-sel itu Foam Cell. Korteks adrenal esensial untuk bertahan hidup kehilangan hormone adrenokortikal dapat menyebabkan kematian.
Lapisan dari korteks Adrenal terbagi menjadi 3 bagian yang disebut dengan zona. Zona tersebut adalah :
1) Zona glomerul, yaitu lapisan yang paling luar.
2) Zona fasiculata, yaitu lapisan bagian tengah
3) Zona retikularis, yaitu lapisan paling dalam dekat dengan medulla.
Korteks adrenal mensintesa tiga kelas hormone steroid yaitu :
1) Mineralokortikoid
Pada manusia adalah aldosteran dibentuk pada zona glome rulosa korteks adrenal. Hormon ini mengatur keseimbangan elektrolit dengan meningkatkan retensi natrium dan eksresi kalium. Aktifitas fisiologik ini selanjutnya membantu dalam mempertahankan tekanan darah normal dan curah jantung.
2) Glukokortikoid
Dibentuk dalam zona fasikulata kortisol merupakan glukokortikoid uatama pada manusia. Kortisal mempunyai efek pada tubuh antara lain dalam : metabolisme glukosa (glukosaneogenesis) yang meningkatkan kadar gula darah, metabolisme protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, inflomasi dan imunitas dan terhadap stessor.
3) Gonadokortikoid (Hormon seks)
Korteks adrenal mensekresi sejumlah kecil steroid seks dari zona retikularis. Umumnya adrenal mensekresi sedikit androgen dan estrogen dibandingkan dengan sejumlah besar hormone seks yang disekresi oleh gonad. Namun kelebihan produksi hormone seks oleh kelenjar adrenal dapat menimbulkan gejala klinis. Misalnya, kelebihan pelepasan androgen menyebabkan virilisme, sementara kelebihan estrogen (missal : akibat karsinoma adrenal) menyebabkan ginekomastia dan retensi natrium dan air.
b. Korteks medulla (Medulla Adrenal)
Terletak pada bagian dalam dari kelenjar adrenal sel-sel medulla Adrenal berbentuk lomjong serta tersusun dalam kelompok-kelompok dan sekitarnya terdapat pembuluh darah kapiler. Sel-sel medulla adrenal yang mengeluarkan hormone disebut “ Sel chromaffin”.
Medulla adrenal menghasilkan hormone :
1) Adrenal : meningkatkan denyut nadi, tekanan darah, denyut jantung dan lain-lain.
2) Non Adrenalin : vasokontriksi arteri nadi dan meningkatkan kecepatan metabolisme.

5. Kelenjar Pankreas
Pankreas terletak di retroperitoneal rongga abdomen bagian atas, dan terbentang horizontal dari cincin duodenial ke lien. Panjang sekitar 10 – 20 cm dan lebar 2,5 – 5 cm. Mandapat pasokan darah dari arteri mesenterika superior dan splenikus.
Kelenjar pancreas berfungsi sebagai kelenjar eksorin dan kelenjar endokrin. Sebagai kelenjar eksorin, pancreas menghasilkan enzim-enzim yang membantu proses pencernaan makanan. Sedangkan sebagai kelenjar endokrin, pancreas menghasilkan hormone yang disekresikan kedalam pembuluh darah.
Pulau-pulau langerhans pada pancreas menghasilkan 3 hormon yaitu :
a. Insulin (dihasilkan oleh sel betha)
Fungsi : Meningkatkan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak sehingga menurunkan kadar glukosa darah.
b. Glukagon (dihasilkan oleh sel alpha)
Fungsi : Memobilisasi simpanan glikogen dengan demikian meningkatkan kadar glukosa darah.
c. Somastotatin (dihasilkan oleh sel darah)
Fungsi : menurunkan sekresi insulin, glukogan, pertumbuhan hormone, dan beberapa hormone gastrointesrinal. Organ dan sasaran hormon-hormon tersebut adalah hepar, otot, dan jaringan lemak. Glukagon dan insulin memegang peranan penting dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Bahkan keseimbangan kadar gula darah sangat dipengaruhi oleh hormone-hormon tersebut.
Efek pada hepar :
1) Meningkatkan sintesa dan penyimpangan glukosa.
2) Menghambat glikogenolisis, glukoneogenesis dan ketogenesis.
3) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas di hepar.
Efek pada otot :
1) Meningkatkan sintesis protein.
2) Meningkatkan transportasi asam amino.
3) Meningkatkan glikogenesis.
Efek pada jaringan lemak :
1) Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas.
2) Meningkatkan penyimpanan trigliserida.
3) Menurunkan lipolisis.

6. Kelenjar kelamin (kelenjar gonad)
Kelenjar ini berbentuk pada minggu-minggu gestasi dan tampak jelas pada minggu kelima. Difrensiasi jelas dengan mengukur kadar testosterone retal yang terlihat jelas pada minggu ketujuh da kedelapan gestasi. Keaktifan kelenjar gonad terjadi pada masa pre pubertas dengan meningkatnya sekresi gonadotropin (FSH dan LH) akibat penurunan inhibisi steroid.
a. Testis
Merupakan kelenjar endokrin yang terdapat pada laki-laki. Dua buah testis ada dalam skrotum. Testis mempunyai 2 fungsi yaitu sebagai organ endokrin dan organ reproduksi. Testis menghasilkan hormone : testosterone dan estradiol dibawah pengaruh LH. Testosteron diperlukan untuk mempertahankan spermatogenesis, sementara FSH diperlukan untuk memulai dan mempertahankanspermatogenesis. Struktur dari testis itu sendiri yaitu terbentuk oval (lomjong) dengan berat kira-kira 10 – 14 gram. Panjangnya 4 – 5 cm dan lebar 2,5 cm. Masing-masing testis terdiri dari lilitan tubulus seminiferus yang menghasilkan sperma. Diantara tubulus seminiferus terdapat sel-sel yang menghasilkan hormone kelamin. Sel-sel yang menghasilkan hormone kelamin tersebut adalah Interstitial Cells atau sel leyding. Sel-sel tersebut mengeluarkan hormone kelamin laki-laki (androgen) yaitu hormon testosterone.
Efek testoeteron pada fetus merangsang diferensiasi & perkembangan genital kearah pria. Pda masa pubertas hormone ini akan merangsang perkambangan tanda-tanda seks sekunder. Seperti bentuk tubuh, perkembangan dan pertumbuhan alat gerital, distribusi rambut tubuh, pembesaran laring, penebalan pita suara serta perkembangan sifat agresif. Sebagai hormon arabolik, akan merangsang pertumbuhan dan penutupan epifise tulang.
b. Ovarium
Merupakan kelenjar endokrin pada wanita, berfungsi sebagai organ endokrin juga sebagai organ reproduksi. Struktur dari ovarium yaitu terdiri dari 2 buah, berbentuk memanjang dengan panjang kira-kira 2,5 cm, lebar 1,5 – 3 cm dan tebalnya 0,6 – 1,5 cm serta letaknya pada bagian pelvic abdomen pada sisi uterus.
Sebagai organ endokrin, ovarium menghasilkan hormone estrogen dan progesterone sebagai organ reproduksi, ovarium menghasilkan ovum (sel telur) setiap bulannya pada masa ovulasi untuk selanjutnya siap untuk di buahi sperma.
Estrogen dan progesteron akan mempengaruhi perkembangan seks sekunder, menyiapkan endometrium untuk menerima hasil konsepsi serta mempertahankan proses laktasi.
Estrogen dibentuk oleh sel-sel granulose folikel dan sel lutein korpus luteum. Progesterone dibentuk oleh sel lutein korpus luteum sebagai respon terhadap sekresi luteinizing hormone.

7. Kelenjar timus
Merupakan organ Lymphoid yang terdiri dari 2 bagian / lobus. Kelenjar ini terletak dibelakang sternum pada bagian depan rongga mediastinum (ruangan pada bagian tengah rongga dada), bifurcation (percabangan) trochea.
Berat kelenjar ini pada bayi kira-kira 10 gram. Ukuran tersebut akan bertambah setelah masa remaja sampai mencapai 30 – 40 gram. Tetapi setelah dewasa ukurannya akan mengecil. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya aktivitas hormone steroid adrenal. Kelenjar timus menghasilkan satu bahan yang berperan dalam perkembangan sel induk limfosituntuk mempertahankan kekebalan tubuh.

8. Kelenjar Pineal
Terletak pada otak tengah (midbrain), berada diantara hemisphere cerebral otak pada bagian posterior ventikel III. Kelenjar pineal menghasilkan suatu substansi sekresi yang disebut melatonin. Hormon ini belum banyak diketahui kemungkinan berperan dalam pengaturan waktu haid dan berperan dalam pemartagan kelenjar kelamin.